Ketika Rasulullah SAW telah sampai di Madinah, setelah hijrah dari Makkah, Rasulullah SAW berniat membangun ukhuwah islamiyah di antara umat beriman. Rasulullah SAW mempersaudarakan para pengikut setianya, antara satu dengan yang lainnya, yang umumnya antara kaum Anshar dan Muhajirin.
Banyak hal yang unik sekaligus mengharukan dari jalinan persaudara tersebut. Persaudaraan yang tidak mengenal kelas sosial. Misalnya saja, Hamzah bin Abdul Muthalib, seorang bangsawan Bani Hasyim dan sekaligus paman Rasulullah SAW dipersaudarakan dengan seorang mantan budak Zaid bin Haritsah. Satu hal yang tidak akan mungkin terjadi di zaman jahiliah.
Mush’ab bin Umair seorang mubaligh Islam pertama yang dikirim Rasulullah SAW ke Madinah, dipersaudarakan dengan Abu Ayyub al-Anshari, orang paling miskin di Madinah yang menyediakan rumahnya bagi Rasulullah SAW, sebelum Rasulullah SAW memiliki rumah sendiri, ketika baru sampai di Madinah.
Abdurrahman bin ‘Auf yang tidak membawa apa-apa ketika berhijrah, dipersaudarakan dengan Sa’ad bin Rabi’, seorang hartawan dari kalangan Anshar. Lalu Ja’far bin Abu Thalib dengan Muaz bin Jabal, Abubakar dengan Kharijah bin Zuhair, Umar bin Khattab dengan Utbah bin Malik dan lain sebagainya. Ibnu Qoyyim menuturkan, mereka yang dipersaudarakan ada 90 orang.
Hubungan persaudaraan antara kaum Anshar (umat Islam di Madinah) dengan kaum Muhajirin (umat Islam di Makkah), merupakan langkah strategis yang dilakukan Rasulullah SAW demi meneguhkan semangat kebersamaan dan persaudaraan sebagai sesama muslim di kalangan sahabat.
Langkah Rasulullah SAW ini semakin menyatukan kaum beriman ke dalam satu barisan yang kokoh. Tujuannya untuk mencapai kesepakatan yang mengikuti pola dan panduan Allah SWT. Sesama manusia itu memiliki derajat yang sama. Hanya tingkat ketakwaannya semata yang membedakannya di mata Allah SWT.
Allahumma Shalli ala muhammad