Kita sering prihatin, oleh tindakan sebagian umat muslim yang begitu mudahnya, meng-kafirkan saudaranya sesama muslim. Dan yang lebih mengherankan, terkadang fatwa kafir itu muncul, hanya dikarenakan perbedaan dalam menafsirkan isi hadits.
Padahal terkadang perintah atau larangan yang ada di dalam hadits, tidak selamanya bersifat tetap (permanen), akan tetapi kadangkala bersifat situasional.
Larangan Menuliskan Hadits
Dengan maksud agar tidak tercampur baur, antara Wahyu ALLAH dengan Perkataan Nabi. Rasulullah pernah melarang, untuk menuliskan hadits. Sehingga di masa itu, Sunnah Nabi disampaikan dari mulut ke mulut di antara para sahabat.
Setelah Rasulullah wafat, hadits Nabi yang sudah beredar dari mulut ke mulut, telah memunculkan penceritaan berbeda-beda. Umar ibnu Khattab ketika menjadi Khalifah, pernah mengambil langkah untuk menuliskan hadis-hadis itu, akan tetapi setelah meminta pendapat para sahabat lainnya, rencana itu beliau batalkan.
Berkenaan dengan larangan menuliskan hadits, diriwayatkan dalam kitab2 hadits sebagai berikut :
حَدَّثَنَا هَدَّابُ بْنُ خَالِدٍ الْأَزْدِيُّ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ خُدْرِيِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَكْتُبُوا عَنِّي وَمَنْ كَتَبَ عَنِّي غَيْرَ الْقُرْآنِ فَلْيَمْحُهُ وَحَدِّثُوا عَنِّي وَلَا حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ قَالَ هَمَّامٌ أَحْسِبُهُ قَالَ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
Telah menceritakan kepada kami [Haddab bin Khalid Al Azdi] telah menceritakan kepada kami [Hammam] dari [Zaid bin Aslam] dari [Atho` bin Yasar] dari [Abu Sa’id Al Khudri] Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Janganlah kalian menulis dariku, barangsiapa menulis dariku selain al-Qur’an hendaklah dihapus, dan ceritakanlah dariku dan tidak ada dosa. Barangsiapa berdusta atas (nama) ku -Hammam berkata: Aku kira ia (Zaid) berkata: dengan sengaja, maka henkdaklah menyiapkan tempatnya dari neraka.” [Muslim no 5326]
حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ أَخْبَرَنَا زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَكْتُبُوا عَنِّي شَيْئًا غَيْرَ الْقُرْآنِ فَمَنْ كَتَبَ عَنِّي شَيْئًا غَيْرَ الْقُرْآنِ فَلْيَمْحُهُ
Telah menceritakan kepada kami [‘Affan] berkata; telah menceritakan kepada kami [Hammam] berkata; telah mengabarkan kepada kami [Zaid bin Aslam] dari [‘Atho` bin Yasar] dari [Abu Sa’id Al Khudri] dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Janganlah kalian menulis sesuatupun dariku selain Al Qur`an, maka barangsiapa menulis sesuatu dariku selain Al Qur`an hendaknya ia hapus.” [Musnad Ahmad no 11110]
حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ دَخَلَ زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ عَلَى مُعَاوِيَةَ فَحَدَّثَهُ حَدِيثًا فَأَمَرَ إِنْسَانًا أَنْ يَكْتُبَ فَقَالَ زَيْدٌ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ نَكْتُبَ شَيْئًا مِنْ حَدِيثِهِ فَمَحَاهُ
Telah menceritakan kepada kami [Abu Ahmad] telah menceritakan kepada kami [Katsir bin Zaid] dari [Abdul Muthalib bin Abdullah] berkata, ” [Zaid bin Tsabit] menemui Mu’awiyah dan membacakan sebuah hadits, sementara Mu’awiyah menyuruh manusia untuk menuliskannya. Zaid berkata, ‘Sungguh Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam melarang kami untuk menulis haditsnya’, lalu ia pun menghapus tulisan tersebut.” [Musnad Ahmad no 20597]
أَخْبَرَنَا سَعِيدُ بْنُ عَامِرٍ عَنْ هِشَامٍ قَالَ مَا كَتَبْتُ عَنْ مُحَمَّدٍ إِلَّا حَدِيثَ الْأَعْمَاقِ فَلَمَّا حَفِظْتُهُ مَحَوْتُهُ
Telah mengabarkan kepada kami [Sa’id bin ‘Amir] dari [Hisyam] ia berkata: “: Aku tidak menulis dari Muhammad selain hadits yang sangat panjang, dan tatkala aku telah menghafalnya, aku menghapusnya”. [Darimi no 460]
أَخْبَرَنَا الْوَلِيدُ بْنُ شُجَاعٍ حَدَّثَنَا الْمُبَارَكُ بْنُ سَعِيدٍ قَالَ كَانَ سُفْيَانُ يَكْتُبُ الْحَدِيثَ بِاللَّيْلِ فِي الْحَائِطِ فَإِذَا أَصْبَحَ نَسَخَهُ ثُمَّ حَكَّهُ
Telah mengabarkan kepada kami [Al Walid bin Syuja’] telah menceritakan kepada kami [Al Mubarak bin Sa’id] ia berkata: “Di malam hari, dahulu [Sufyan] menulis hadits di atas dinding, apabila waktu pagi tiba ia menghapusnya, lalu ia ceritakan (hadits tersebut) “. [Darimi no 508]
أَخْبَرَنَا يَزِيدُ أَخْبَرَنَا الْعَوَّامُ عَنْ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيِّ قَالَ بَلَغَ ابْنَ مَسْعُودٍ أَنَّ عِنْدَ نَاسٍ كِتَابًا يُعْجَبُونَ بِهِ فَلَمْ يَزَلْ بِهِمْ حَتَّى أَتَوْهُ بِهِ فَمَحَاهُ ثُمَّ قَالَ إِنَّمَا هَلَكَ أَهْلُ الْكِتَابِ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ أَقْبَلُوا عَلَى كُتُبِ عُلَمَائِهِمْ وَتَرَكُوا كِتَابَ رَبِّهِمْ
Telah mengabarkan kepada kami [Yazid] telah mengabarkan kepada kami [Al ‘Awwam] dari [Ibrahim At Taimi] ia berkata: ” [Telah sampai kabar] kepada [Ibnu Mas’ud] sebagian orang mengagumi sebuah kitab, kondisinya tetap demikian hingga Ibnu Mas’ud mendapati kitab tersebut dan menghapusnya, kemudian ia berkata: ‘Rusaknya Ahlul Kitab (orang-orang Yahudi dan Nashrani) sebelum kalian adalah karena mereka mengagumi kitab-kitab ulama mereka dan mereka tinggalkan kitab Tuhan mereka’ “. [Sunan Darimi no 469]
حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ أَخْبَرَنَا أَبُو أَحْمَدَ حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ الْمُطَّلِبِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حَنْطَبٍ قَالَدَخَلَ زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ عَلَى مُعَاوِيَةَ فَسَأَلَهُ عَنْ حَدِيثٍ فَأَمَرَ إِنْسَانًا يَكْتُبُهُ فَقَالَ لَهُ زَيْدٌ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَنَا أَنْ لَا نَكْتُبَ شَيْئًا مِنْ حَدِيثِهِ فَمَحَاهُ
Telah menceritakan kepada kami [Nashr bin Ali] telah mengabarkan kepada kami [Abu Ahmad] telah menceritakan kepada kami [Katsir bin Zaid] dari [Al Muththalib bin Abdullah bin Hanthab] ia berkata, ” [Zaid bin Tsabit] datang menemui Mu’awiyah dan bertanya kepadanya tentang suatu hadits, dan ia memerintahkan seseorang agar menulisnya. Zaid lalu berkata kepadanya, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami agar tidak menulis apapun dari hadits beliau.” Maka Mu’awiyah pun menghapusnya kembali.” [Abu daud no 3162]
Sampai pada saat-saat berakhirnya Bani Umayya, penulisan hadis belum juga dilakukan. Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah memerintahkan supaya hadis-hadis itu dihimpun, dan baru di masa Kekhalifahan Bani Abbasiyah, penulisan hadits berkembang pesat.
Akibat dari pertentangan politik, telah melahirkan cerita-cerita dan hadis-hadis bikinan. Imam Bukhari begitu susah-payah, mengumpulkan hadis dan lalu mengujinya. Beliau menjumpai sampai melebihi 600.000 buah hadis, dan yang dipandang benar (shahih) olehnya tidak lebih dari 4.000 buah hadis saja.
Sedangkan Abu Dawud, dari 500.000 buah hadis, yang dianggap shahih menurut dia, hanya 4.800 hadits saja. Demikian juga halnya dengan penghimpun-penghimpun hadis yang lain. Banyak sekali dari hadis-hadis itu, yang oleh sebagian dianggap shahih, oleh ulama lain masih dijadikan bahan penelitian dan mendapat kritik, dan pada akhirnya banyak pula yang ditolak.
Catatan :
Apa yang telah dilakukan oleh Para Sahabat serta ulama sesudahnya, untuk tidak “menuliskan” hadis, memang sangat tepat, dan terbukti masih tetap terjaganya ke-aslian Al Qur’an, dari zaman Rasulullah sampai sekarang…
Namun ada dampak lain yang terjadi, dikarenakan pengumpulan dan pengkajian hadis secara besar-besaran, baru terjadi di akhir-akhir masa Bani Umayyah (di awal masa Bani Abbasiyah), maka hadis-hadis palsu dan Israiliyat, sudah bertebaran dimana-mana…
Umat Islam tentu sangat berterima-kasih dengan jerih payah Imam Bukhari, Imam Muslim dan lain sebagainya, yang telah menyeleksi hadis-hadis dengan katagori shahih…
Akan tetapi, mengingat betapa parahnya kondisi hadis-hadis di masa lalu, umat muslim (dalam hal ini, Para Ulama), hendaknya tidak meninggalkan sikap kritisnya, meskipun untuk hadis yang sudah dikatagorikan shahih sekalipun…
WaLlahu a’lamu bishshawab
Sumber :
Sejarah Hidup Muhammad
Apakah menulis hadits Rasulullah SAW itu Bid’ah ?
Assalamualaikum Warahmatullah
Tiada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan Allah
Jika benar bahawa nabi sendiri telah melarang untuk menuliskan hadis, bagaiamanakah pula boleh kita mengambil pelajaran tentang sesuatu permasalahan dan memahami Al-Quran?
Apakah larangan penulis hadis ini bererti bahawa memang nyata dan benarlah perintah nabi kepada kita supaya memberikan perhatian bukan sahaja kepada Al-Quran bahkan Ahlul Bait baginda yang kedua-duanya tidak akan berpisah sehingga bertemu nabi di Al-Haudh?
Kerana saya pernah mendengar hujah bahawa Ahlul Bait itu merupakan “Al-Quran yang bercakap bagi kitab (Al-Quran) yang membisu. Keduanya tidak akan bersalahan antara satu sama lain.
Pohon pencerahan…
assalamualaikum…….kita seharusnya sedar yg hadith dan juga al-quran keduanya asal usul dari bahasa arab yg kita tidak fahaminya…..didalam al-quran….Allah menyatakan yg dia menyusunkan ayat2nya dengan jelas dan teperinci…Allah maha bijaksana maha teliti…..cukuplah al-quran menjadi pengajaran buat diri kita…..dan untuk mencari bahasa tersendiri supaya dapat memahaminya apa yg nak disampaikan kepada kita adalah wahyu dari Allah…..kita seharusnya mengikut kepada al-quran dan sunnah(cara2)…..sunnah adalah dari segi cara cara mengambil wuduk,solat zakat haji yg telah diterangkan didalam al-quran dan tidak lebih dari tu….jika
sesiapa yg mencari kebenaran didalam kehidupan……dia akan menjumpa jawapannya setelah dia membaca al-quran…maksud membaca al-quran…adalah untuk mencari bahasa tersendiri yg boleh kita fahami….itulah yg terpenting……didalam al-quran Allah berfirman……”dan sesungguhnya……kami mencipta manusia …..dan mengetahui apa yg dibisikkan oleh hatinya…..dan kami lebih dekat kepadanya…..daripada urat lehernya…….( qaf;16) beriman kepada al-quran….yaitu kepercayaan org2 yg beriman
HADITS umum nya terbagi dua.Yang pertama sesuatu yg dilakukan nabi dan disaksikan ummat secara langsung.Seperti tata cara sholat,puasa,haji,bagi waris menyelenggarakan mayat dll yg ber ulang2dilakukan nabi saw.Sehingga tanpa dicatat pun ummat sdh biasa mengerjakannya.Inilah yg disebut sunah.[ini jarang menimbulkan perselisihan karena dilihat bersama dikerjakan bersama dan langsung dituntunkan oleh nabi saw].Kedua,inilah yg sering menimbulkan perselisihan,yaitu ucapan2nabi saw yg ditulis.Yang pada beliau saw hidup,penulisan ucapan2nabi ini telah dilarang oleh beliau sendiri.Dan anehnya justru hadits yg kedua ini malah yg jadi acuan,meski antara hadits yg satu dgn yg lainnya walau dimasalah yg sama sering bertentangan. Hadits2 seperti ini benar2hrs disaring dgn ayat2alqur an.Kalau yg selaras dgn firman ALLOH [YG MEMANG PASTI ASLI],maka bisalah hadits ini di terima.Tapi kalau tdk selaras,apalagi bertentangan dgn alqur an,maka ini wajib ditolak.Karena imam Buchori mengumpulkan hadits2 seperti ini 200thn lebih setelah nabi wafat.Ditambah lagi selama 200thn lebih itu kondisi diawali dgn perang saudara yg berkepanjanggan.sejak muamiyah membantai seluruh keturunan nabi saw,telah terjadi saling curiga diantara ummat.Dan pada saat itu sungguh banyak pendeta2yahudi dan nasrani yg masuk islam dgn ber macam2niat.Dan hadits2 israeliat beredar luas.Dan imam Buchori sendiripun mengakui,semasa pengumpulan itu telah membakar lebih dari 600,000 hadits palsu.Dan entah berapa ribu lag hadits2 palsu itu yg berhasil lolos sampai sekarang ini,kita tdk tahu.