Dalam kultur Nusantara, istilah Abdi (Sunda), Kulo/Kawula (Jawa) dan Saya/Sahaya (Melayu), memiliki makna yang sama, yaitu Hamba.
Kultur penghambaan diri (Kawula), kepada penguasa (Gusti – Kaum Bangsawan Istana) inilah yang kemudian digugat Syeikh Siti Jenar. Karena baginya manusia hanya wajib menghambakan diri kepada ALLAH, dan bukan kepada sesama manusia.
Penyelawengan Makna Kawula-Gusti
Ketika Syeikh Siti Jenar, pulang dari belajar di negeri Baghdad, ia merasakan ada yang perlu ia perbaiki dalam kultur nusantara saat itu.
Selama di Baghdad yang merupakan negara berperadaban tinggi, Syeikh Siti Jenar menyaksikan seorang rakyat (Kawula) bisa dengan mudah bertemu dengan penguasa (Gusti). (Sumber : Wawancara dengan Prof. Agus Sunyoto, Youtube).
Berbeda dengan kondisi di Nusantara, ada jurang pemisah antara seorang penguasa dengan rakyatnya. Sang Penguasa (Gusti) bagaikan tuan yang harus dilayani oleh rakyatnya (Kawula).
Sikap Humanisme yang dimiliki Syeikh Siti Jenar, sesungguhnya bersumber dari pesan Rasulullah, ketika malaksanakan Haji Wada’.
Di dalam riwayat Ibnu Hisyam, Rasulullah bersabda…
Pendirian Syeikh Siti Jenar, tentu membuat kalangan bangsawan menjadi gerah. Apalagi ketika Syeikh Siti Jenar, mempelopori terbentuknya komunitas yang disebut “masyarakat”, dimana setiap orang memiliki kesetaraan, tanpa mengenal istilah pemisahan Kawula Gusti.
Namun sayang, Reformasi Syeikh Siti Jenar ini, pada akhirnya mengalami kegagalan, Syaikh Siti Jenar kemudian berhasil disingkirkan.
Sementara ajaran tentang “Kawula-Gusti”, yang sejatinya merupakan bentuk kesetaraan antara sesama manusia, dikemudian hari di salah-artikan, seakan-akan Sang Syeikh berkeinginan menyatukan dirinya, kepada Sang Maha Pencipta.
WaLlahu a’lamu bishshawab
Catatan Penambahan :
1. Syaikh Siti Jenar, merupakan salah seorang tokoh misteri di Nusantara. Sejarawan KH. Agus Sunyoto, di dalam tulisannya “Suluk Malang Sungsang”, mencoba untuk memecahkan misteri ini.
Melalui karyanya Agus Sunyoto membedakan 2 (dua) sosok Syekh Siti Jenar, yakni Syeikh Siti Jenar (Datuk Abdul Jalil) dan Syeikh Siti Jenar (San Ali Anshar) (sumber : [Misteri] Ketika Syaikh Siti Jenar menjadi 2 (dua) ?).
Artikel Menarik :
1. Misteri Pemeluk Islam Pertama di Nusantara
2. [Misteri] Jati diri Nabi Khidir, menurut Syekh Siti Jenar?
3. [Misteri] Bacaan Kyai Subkhi “Bambu Runcing”, di masa Revolusi Kemerdekaan?
4. [Misteri] H.O.S. Tjokroaminoto (Guru Presiden Soekarno), yang pernah dikunjungi Rasulullah?
Kalau kita analisa, pendapat Syekh Siti Jenar berkenaan dengan “Kawula Gusti”, mungkin dianggap oleh Para Ulama (Dewan Wali) tidak efektif.
Karena bisa membuat kalangan tertentu, menghindari dakwah Islam. Oleh karenanya Dewan Wali meminta beliau untuk membatasi diri. Sebagai seorang yang lebih mengutamakan kemaslatan umat, Syekh Siti Jenar bersedia mengikuti saran Dewan Wali.
Dalam salah satu versi, Syekh Siti Jenar kemudian bertempat tinggal di Cirebon (atas sepengetahuan Sunan Gunung Jati), dan meninggal dalam kondisi sedang bersujud di Pengimaman Masjid Agung Cirebon. Setelah sholat Tahajjud…
hanya allah yg maha tahu atas
segala sesuatu …!!!
Manunggaling kawula gusti sebenarnya bukan konsep Siti Jenar, melainkan penyelewengan arti dari Fana wal Baqo yang diucapkannya. Namun salah ditafsirkan. Maksud belia fisik dan subtansial, kematian dan keabadian, Dunia dan Akhirat(inilah maksud Siti Jenar)
Manunggaling kawula gusti juga dikenal dalam “Pantheisme” yang maknanya setiap individu manusia yang masih hidup sebagai living organisme, memiliki dua unsur: tubuh yang berupa organisme harus manunggal dengan yang mengendalikan, yaitu soul. Baik tubuh maupun soul adalah ciptaan Tuhan YME. Jika soul meninggalkan tubuh, maka living organisme akan mati, tubuhnya akan terdaur ulang menjadi energi sedangkan soul akan kembali ke Alam Abadi sebagai ruh (berdasar RS) atau menggunakan tubuh astralnya sebagai living astral body (berdasar SS). Namun menurut MS jiwa (spycho) adalah bagian dari tubuh (physic) , sehingga saat mati jiwa akan ikut terdaur ulang bersama organisme. Untung saat ini MS telah berkembang menjadi SpSc dan ReSc, sehingga mengakui bahwa jiwa tidak lain adalah soul.