Misteri Kekuatan Laskar Jawa dan Strategi Kolonial Belanda Melumpuhkannya

Sejarah mencatat, tanah Jawa terus bergolak sejak abad ke 6 Masehi. Berbagai konflik terjadi seperti politik, perang perluasan pengaruh, perang pertahanan wilayah dan konfrontasi dengan Belanda.

Hal ini membuktikan kuatnya jiwa keprajuritan (kemiliteran) orang-orang Jawa. Prajurit Demak dikenal dengan keberaniannya dan keberhasilannya dalam berbagai peperangan. Pada masa sebelumnya, Majapahit memiliki militer yang kuat dan tangguh.

Ilustrasi Laskar Jawa, sumber: kiblat.net

Sejarah Kekuatan Militer Bangsa Jawa

Seperti yang dibahas dalam situs kiblat.net, angkatan laut Demak dan Jepara beberapa kali mengerahkan ribuan tentaranya dengan puluhan kapal untuk menghancurkan pasukan kolonial Portugis yang menganeksasi kesultanan dan pelabuhan Malaka.

Ketika Mataram di bawah kepemimpinan Sultan Agung. Sultan Agung saat itu berhasil membentuk kekuatan militer terkuat dan terbesar di Jawa. Hampir seluruh Jawa dapat dikuasainya, bahkan sebagian Kalimantan dan Sumatera menjadi bagian dari wilayah kekuasaannya.

Menurut sumber Belanda, saat meninggal, jumlah tentara warisan Sultan Agung begitu besar, yaitu hampir 900.000 termasuk 115.000 orang bersenjata senapan, belum terhitung armada lautnya.

Namun sayangnya, sepeninggal Sultan Agung, kedigdayaan dan kewibawaan orang Jawa khususnya prajuritnya mulai merosot. Kebijakan politik penguasa setelah Sultan Agung, kemudian memicu perpecahan dan pemberontakan yang semakin membuat mereka menjadi lemah dan terpuruk.

Pada masa-masa berikutnya Laskar Jawa semakin terperosok dalam kendali kolonial Belanda, hal yang membuat banyak orang Jawa tidak suka dan menimbulkan pemberontakan dimana-mana.

Kebangkitan militer bangsa Jawa terjadi dimasa perlawanan Pangeran Diponegoro, dimana tanah Jawa kembali diguncang peristiwa besar dengan pecahnya Perang Diponegoro (1825-1830).

Hampir semua elemen masyarakat Jawa terlibat dalam perang tersebut secara langsung maupun tidak langsung. Maka perang Jawa sering disebut sebagai perang antara Kolonial Belanda melawan seluruh masyarakat Jawa.

Belanda kalang kabut menghadapi perlawanan yang terjadi selama 5 tahun dan hampir saja meruntuhkan kekuasaan Belanda di Jawa. Meski pada akhirnya dengan tipu muslihat perlawanan dapat di atasi oleh kaum kolonial.

Strategi Melumpuhkan Laskar Jawa

Seusai Perang Diponegoro, terjadilah perubahan besar dunia keprajuritan di tanah Jawa. Ketakutan, kekuatiran dan fobia terhadap munculnya jiwa keprajuritan bangsa Jawa membuat pemerintah penjajah Hindia Belanda mengeluarkan strategi baru.

Untuk melemahkan kekuatan Laskar Jawa, selain diadakan Tanam Paksa, maka pasukan kraton didemobilisasikan, caranya adalah Bangsawan dan Pejabat Kraton dipisahkan dari rakyat dengan menghapus tanah lungguh.

Dengan dihapusnya tanah lungguh, berarti para bangsawan tidak lagi memiliki basis masa di pedesaan. Akibat lebih jauh tradisi dan potensi militer kerajaan menjadi lumpuh. Semangat dan ketrampilan prajurit terus merosot.

Terlebih lagi dengan dihapusnya tradisi Laskar Jawa yang dikenal dengan nama Watangan atau Seton (tradisi latihan perang setiap hari Sabtu) pada masa pemerintahan Pakubuwono VII (18301858) di Surakarta.

Tulisan ini modifikasi dari artikel berjudul : Laporan Syamina: Melucuti Keprajuritan Orang Jawa

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s