Ketika wilayah (perwalian) Demak didirikan pada tahun 1478M, seorang ulama yang bernama ‘Joko Said‘, diserahi tugas sebagai Qadli (Hakim). Qadli Joko, dikemudian hari, lebih dikenal dengan panggilan Kalijogo (Sunan Kalijaga).
Perubahan pelafalan nama dari Qadli Joko menjadi Kalijogo, bukan hal yang aneh dalam budaya masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa memiliki riwayat kuat dalam hal ‘penyimpangan’ pelafalan kata-kata Arab, misalnya istilah Sekaten (dari ‘Syahadatain’), Kalimosodo (dari ‘Kalimah Syahadah’), Mulud (dari Maulid), Suro (dari Syura’), Dulkangidah (dari Dzulqaidah), dan masih banyak istilah lainnya.
Posisi Qadli yang dijabat oleh Kalijaga alias Joko Said ialah bukti bahwa Demak merupakan sebuah kawasan pemerintahan yang menjalankan Syariah Islam. Istilah ‘Qadli’ merupakan nama jabatan di dalam Negara Islam. Dari sini sudah jelas, bahwa Sunan Kalijaga adalah seorang Qadli, dan bukan praktisi Kejawenisme.
Riwayat dan Keturunan Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1450 dengan nama Raden Said. Dia adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilwatikta atau Raden Sahur. Mengenai asal usul beliau, ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa beliau juga masih keturunan Arab. Tapi, banyak pula yang menyatakan ia orang Jawa asli.
Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Siti Sarah binti Maulana Ishaq, dan mempunyai 3 putra: R. Umar Said (Sunan Muria), Dewi Rakayuh dan Dewi Sofiah (Sumber : wikipedia.org dan Maulana Husain, Pelopor dakwah Nusantara).
Sunan Kalijaga juga dikisahkan memiliki istri bernama Dewi Sarokah, yang merupakan puteri Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati, versi lain mengatakan Dewi Sarokah putri Maulana Ishaq), dan memperoleh 5 orang anak, yaitu :
1. Kanjeng Ratu Pembayun yang menjadi isteri Raden Trenggono (Demak)
2. Nyai Ageng Panenggak yang kemudian kawin dengan Kyai Ageng Pakar.
3. Sunan Hadi, kelak menggantikan Sunan Kalijaga sebagai Kepala Perdikan Kadilangu.
4. Raden Abdurrahman.
5. Nyai Ageng Ngerang III (Raden Ayu Penengah).
(Sumber : CERITA SUNAN KALIJAGA).Dalam versi yang yang, puteri Sunan Kalijaga yang menikah dengan Raden Trenggono adalah Watiswari (Nyi Mas Ratu Mandapa).
Watiswari sendiri adalah putri Sunan Kalijaga, dengan istrinya bernama Zainab (Ratu Arafah) binti Syekh Siti Jenar (Sumber : [Misteri] Ketika Syaikh Siti Jenar menjadi 2 (dua) ?).
Berdasarkan beberapa sumber catatan Genealogy, Sunan Kali Jaga merupakan salah satu leluhur Kraton Jogja, sebagaimana bisa terlihat pada Silsilah berikut :
1. Sunan Kalijaga # Dewi Sarokah
1.1. Raden Ayu Penengah # Ki Ageng Ngerang III
1.1.1. Ki Ageng Penjawi
1.1.1.1. Ratu Mas Waskita Jawi # Panembahan Senapati
1.1.1.1.1. Panembahan Hanyakrawati # Ratu Mas Hadi
1.1.1.1.1.1. Sultan Agung
1.1.1..1.1.1.1. Sultan Amangkurat I
1.1.1.1.1.1.1.1. Sultan Pakubuwono I
1.1.1.1.1.1.1.1.1. Sultan Amangkurat IV
1.1.1.1.1.1.1.1.1.1. Sultan Hamengkubuwono I
1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1. Sultan Hamengkubuwono II
1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1. Sultan Hamengkubuwono III
1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1. Pangeran Diponegoro
1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.2. Sultan Hamengkubuwono IV
1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.2.1. Sultan Hamengkubuwono VI
1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.2.1.1. Sultan Hamengkubuwono VII
1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.2.1.1.1. Sultan Hamengkubuwono VIII
1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.2.1.1.1.1. Sultan Hamengkubuwono IX
1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.2.1.1.1.1.1. Sultan Hamengkubuwono X
Jalur Silsilah Kraton Yogyakarta lainnya, berasal dari puteri Sunan Kalijaga, melalui istrinya Nyai Zainab binti Syekh Siti Jenar
1. Sunan Kalijaga # Nyai Zainab
1.1. Wertiswari (Nyai Ratu Mandoko) # Ki Ageng Pengging
1.1.1. Sultan Hadiwijaya # Ratu Mas Cempaka binti Raden Trenggono
1.1.1.1. Pangeran Benowo
1.1.1.1.1. Ratu Mashadi # Panembahan Seda Ing Krapyak
1.1.1.1.1.1. Sultan Agung
1.1.1..1.1.1.1. Sultan Amangkurat I
1.1.1.1.1.1.1.1. Sultan Pakubuwono I
1.1.1.1.1.1.1.1.1. Sultan Amangkurat IV
1.1.1.1.1.1.1.1.1.1. Sultan Hamengkubuwono I
1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1. Sultan Hamengkubuwono II
1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1. Sultan Hamengkubuwono III
1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1. Pangeran Diponegoro
1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.2. Sultan Hamengkubuwono IV
1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.2.1. Sultan Hamengkubuwono VI
1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.2.1.1. Sultan Hamengkubuwono VII
1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.2.1.1.1. Sultan Hamengkubuwono VIII
1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.2.1.1.1.1. Sultan Hamengkubuwono IX
1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.1.2.1.1.1.1.1. Sultan Hamengkubuwono X
Dakwah Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga, memilih sarana Kesenian dan Kebudayaan, dalam berdakwah. Beliau memang sangat toleran pada budaya lokal. Namun beliau pun punya sikap tegas dalam masalah akidah. Selama budaya masih bersifat transitif dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam, beliau menerimanya. Wayang beber kuno ala Jawa yang mencitrakan gambar manusia secara detail dirubahnya menjadi wayang kulit yang samar dan tidak terlalu mirip dengan citra manusia.
Cerita yang berkembang mengisahkan bahwa beliau sering bepergian keluar-masuk kampung hanya untuk menggelar pertunjukan wayang kulit dengan beliau sendiri sebagai dalangnya. Semua yang menyaksikan pertunjukan wayangnya tidak dimintai bayaran, hanya diminta mengucap dua kalimah syahadat.
Beliau berpendapat bahwa masyarakat harus didekati secara bertahap. Pertama berislam dulu dengan syahadat selanjutnya berkembang dalam segi-segi ibadah dan pengetahuan Islamnya. Sunan Kalijaga berkeyakinan bahwa apabila Islam sudah dipahami, maka kebiasaan-kebiasaan lama, akan hilang dengan sendirinya (Sumber : forum.upi.edu).
Lakon-lakon yang dibawakan Sunan Kalijaga dalam pagelaran-pagelarannya bukan lakon-lakon Hindu macam Mahabharata, Ramayana, dan lainnya. Walau tokoh-tokoh yang digunakannya sama (Pandawa, Kurawa, dll.) beliau menggubah sendiri lakon-lakonnya, misalnya Layang Kalimasada, Lakon Petruk Jadi Raja yang semuanya memiliki ruh Islam yang kuat.
Seni ukir, wayang, gamelan, baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, serta seni suara suluk yang diciptakannya merupakan sarana dakwah semata, bukan budaya yang perlu ditradisikan hingga berkarat dalam kalbu dan dinilai sebagai ibadah mahdhah.
Beliau memandang semua itu sebagai metode semata, metode dakwah yang sangat efektif pada zamannya. Secara filosofis, ini sama dengan da’wah Rasulullah Saw yang mengandalkan keindahan syair Al Qur’an sebagai metode da’wah yang efektif dalam menaklukkan hati suku-suku Arab yang gemar berdeklamasi.
Tak dapat disangkal bahwa kebiasaan keluar-masuk kampung dan memberikan hiburan gratis pada rakyat, melalui berbagai pertunjukan seni, pun memiliki nilai filosofi yang sama dengan kegiatan yang biasa dilakukan Khalifah Umar ibn Khattab ra. yang suka keluar-masuk perkampungan untuk memantau umat dan memberikan hiburan langsung kepada rakyat yang membutuhkannya (Kunjungi : Sunan Kudus, dakwah damai Para Wali dan Rasionalisasi, Kisah Syaikh Siti Jenar).
Persamaan ini memperkuat bukti bahwa Sunan Kalijaga adalah pemimpin umat yang memiliki karakter, ciri, dan sifat kepemimpinan yang biasa dimiliki para pemimpin Islam sejati, bukan ahli Kejawen.
Lintas Berita :
Dinasti Giri Kedaton dan Silsilah Presiden Indonesia : Sukarno, Suharto, BJ.Habibie, Gusdur, Megawati serta Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
Artikel Terkait
01. Sunan Giri, Pendidik yang Ahli Fiqih
02. Rasionalisasi, Kisah Syaikh Siti Jenar
03. Maulana Husain, Pelopor dakwah Nusantara
Jadi Raja-raja jawa berasal dari keturunan Kalijogo ya….hmmm baru tahu…
Wow ,info nya lengkap sekali dan membuka pengetahuan saya.thank’s ya
ok
yang jelas smua yang memerintah nusantara mulai dari majapahit sampe mataram islam orde lama orde baru nyampe orde reformasi ntu masih keturunanya ken arok
Bener banget….tapi Ken Arok itu siapa dan darimana asal usulnya? Pemuda dusun dari Ganter lereng barat gunung Arjuna kah?
Assalmualaikum,sy sedolor dari Malaysia,mau tau bapa2 ada gak yg tau berkenaan sejarah man benawi?Sy mau cari salasilah di indonesia…
assalamualaikum, ngapunten ijin arsip/copy artikel diatas untuk sekadar referensi,, jazzakumullahi wasa’adatiddunyaa wal akhiroh bisyafaati rosulillah wa barokati ghouts hadza zaman ra, “fafirruu ilallah”