Menurut istilah fuqaha, Al-‘Aul bermakna bertambahnya jumlah ashlul masalah dan berakibat berkurangnya nashib (bagian) dari para ahli waris.
Hal ini terjadi dikarenakan semakin banyaknya ashhabul furudh, sehingga harta waris habis dibagi, sementara ada ahli waris yang belum menerima bagian.
Dalam keadaan seperti ini, perhitungan waris dilakukan dengan menaikkan atau menambah pokok masalahnya (ashlul masalah), sehingga seluruh harta waris dapat mencukupi jumlah ashhabul furudh yang ada, meskipun di sisi lain, ada bagian dari ahli waris yang berkurang.
Menurut sejarahnya, di masa Rasulullah sampai masa kekhalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq r.a, belum muncul kasus ‘aul (penambahan) dalam persoalan pembagian waris. Permasalahan ‘aul pertama kali muncul pada masa khalifah Umar bin Khathab r.a.
Ibnu Abbas berkata: “Orang yang pertama kali menambahkan pokok masalah (yakni ‘aul) adalah Umar bin Khathab. Dan hal itu ia lakukan ketika fardh yang harus diberikan kepada ahli waris bertambah banyak.” (Sumber : MASALAH AL ‘AUL DANAR-RADD)
Contoh Kasus :
Seorang pria wafat, meninggalkan istri, lima anak perempuan, ayah dan ibu. Berdasarkan QS. An Nisa’ (4) ayat 11-12, didapat pembagian sebagai berikut :
Istri mendapat 1/8 bagian, lima anak perempuan mendapat 2/3 bagian, ayah mendapat 1/6 bagian dan ibu mendapat 1/6 bagian.
Dalam kakus ini ashlul masalahnya adalah 24, yang di-‘Aul-kan menjadi 27.
Diperoleh hasil :
Istri (1/8 x 24) = 3 bagian
5 anak perempuan (2/3 x 24) = 16 bagian
Ayah (1/6 x 24) = 4 bagian
Ibu (1/6 x 24) = 4 bagianTotal keseluruhan : 27 bagian
Karena ada 5 anak perempuan, maka agar mudah dibagi, total bagian (27), kita kalikan dengan jumlah per kepala anak atau 27 x 5 = 135 bagian…
Maka perhitungan warisnya, terbagi atas 135 bagian, dengan pembagian…
Istri = (3 bagian x 5) = 15 bagian
5 anak perempuan = (16 bagian x 5) = 80 bagian
( dimana masing-masing anak mendapatkan 16 bagian)Ayah = (4 bagian x 5) = 20 bagian
Ibu = (4 bagian x 5) = 20 bagian
WaLlahu a’lamu bishshawab